Selamat malam ... Pekat kelam ...
Pada waktumu ijinkan aku menyusun
kalam
Sebagai perwujudan rasa
yang tak mampu digenggam
Pagi tadi
Embun turun beruntun menyapa
mentari
Serupa hamba yang tulus mengabdi
pada Penciptanya
Namun hari teramat panjang
Hingga pesona senja tak kunjung
mengembang
Dan pada siang yang menyengat
Ku temukan serangkai tutur
tentang negeriku
Tentang nasib rakyat yang
tersayat
Di puncak-puncak gedung itu
Ada gemerlap kesenangan yang
menggoda
Sedang di lorong-lorong jalan
Tiap jiwa jelata memikul
deritanya masing-masing
“Aduhai pemimpin yang berdasi,
daripada kau muntab dalam ruang debat, ada baiknya kau perhatikan kami saja.
Kami menunggu pembuktian dari deklarasi yang pernah kau gemborkan dalam
orasi-orasimu !” ujar kakek tua penjual Koran
Aku tertawan dalam diam
Tertegun dalam tafakkur
Menelusuri hakikat kepemimpinan
Apa mereka lupa dengan Indonesia,
khususnya pada rakyat?
Aku rasa tidak
Lihat saja, mereka masih
memperbincangkan tentang Indonesia maju, peningkatan sumber daya manusia,
hubungan internasional, pemanfaatan sumber daya alam
Lalu, apa yang salah ?
Ah, dasar sifat manusia
Esensi manusia tempat lepat dan
lupa
Seringkali jauh dari ingatan
untuk dikaji
Mereka rakyat jelata menginginkan
realisasi atas orasi
Bukan sekedar kata yang terangkum
dalam kalimat bernafas janji
Atau mungkin ini hanya isyarat
Dari penafsiran yang belum tuntas
Bahwa deklarasi bukan menujukkan
kekuatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar