Allah menerima setiap munajad hamba-Nya yang rela terjaga di pekatnya malam, saat yang lain terjaga dalam buaian mimpi. Setidaknya, begitu janji Allah.
Seluruh penghuni langit dan bumi beserta makhluk yang lainnya menjadi saksi atas terbentangnya singgasana jagad antariksa para perindu surga. Penuh rahmat.
Aku, Nadhilla. Demi-Nya, pemilik waktu. Meyakini dengan sepenuh hati, jiwa dan raga bahwa semesra-mesra waktu untuk berjumpa dengan-Nya adalah di sepertiga malam. Suasana yang syahdu untuk bermunajad. Sampai Sang Surya mengidap cemburu, mendesak langit malam untuk segera terbit.
Tenang surya ... Hakmu tak akan kukurangi barang sedikitpun. Aku hanya hendak menyita malam sejenak guna menyemai cinta kepada-Nya. Sebagai bukti penghambaanku bahwa aku ada karena-Nya dan aku juga membutuhkan-Nya.
Ya Rabb ...
Ampuni aku ...
jika telah alpa dalam mengingatmu
Ampuni aku ...
jika lisanku luntur dari rasa syukur akan nikmat-Mu
Ampuni aku ...
jika terlalu mengejar prestasi dunia
Ya Rabb ...
Sebagai bukti keber-Tuhan-an diriku kepada-Mu
Terimalah sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku serta seluruh amalku
Aku sepenuh pasrah akan skenario yang Kau buat untukku
PPTI AL FALAH SALATIGA, 29-01-2015, 03:35
Kamis, 23 April 2015
Rendah Hati Cerminan Akhlak Mulia
Umar, Sang Khalifah
Pernah suatu ketika Sayyidina Umar berada dikantornya dengan lampu yang berkedip-kedip. Lalu datanglah si hitam dan melihat kondisi itu, kemudian ia menawarkan diri dan pembantunya untuk memperbaiki lampu tersebut. Sayyidina Umar menolak. Beliau berkata akan memperbaikinya sendiri. Lagipula seharian ini si pembantu belum merasakan bantalnya.
Selang beberapa waktu, si hitam datang kembali ke kantor Sayyidina Umar. "Wahai Tuanku Umar, mengapa kau ganti sendiri lampu itu?" tanya si hitam. Sayyidina Umar menjawab, "Memang mengapa? Aku tetap Umar saat melaksanakan kewajibanku sebagai khalifah. Tetap Umar saat keluar rumah dan tetap Umar meski harus memperbaiki sendiri lampu yang rusak."
Subhanallah... subhanallah... subhanallah...
Filosofi padi -> semakin berisi, semakin merunduk
Begitulah Sang Khalifah yang tetap tawadhu', meski posisinya berada diatas
Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mencontoh akhlak beliau?
Assalamu'alaikum sahabat sahabati yang dirahmati Allah
Siang ini, ada sedikit cerita sederhana yang saya posting untuk muhasabah diri, tapi lihat kedalaman maknanya yaa ... ^_^
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang diperkenankan Allah untuk masuk golongan orang-orang yang istiqomah dalam kebaikan, dalam beribadah, dalam melayani Allah ... aamiiin...
Salam cinta dari bumi cinta, Salatiga ...
Wassalamu'alaikum
Senin, 20 April 2015
Menelisik Pendidikan Akhlak pada Anak
“Belajar disaat kecil bagaikan mengukir diatas batu”
Begitulah peribahasa yang sering kita dengar sebagai penyemangat
para orang tua dalam mendidik putra-putrinya, saat usia mereka masih kecil. Ya,
masih kecil atau usia dini merupakan waktu emas untuk memberikan pendidikan
akhlak kepada mereka.
Diantara alasan mendidik anak saat usia emas adalah saat kondisi itu
si anak sedang mampu-mampunya menerima didikan dari orang tuanya. Setiap
didikan yang diterimanya, akan mengakar kuat dalam hatinya. Jika pendidikan
yang diberikan berkaitan dengan agama, maka secara berkesinambungan anak itu
akan mengerti bahwa agama sangat penting dalam kehidupannya. Alasan lain adalah
saat usia itu, mereka memang lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga
keluarga. Sehingga pendidikan akhlak yang mereka terima dapat menjadi bekal,
sebelum mereka bergaul dengan banyak orang di masyarakat.
Hal ini tentu akan memengaruhi cara berpikir anak hingga kelak ia
dewasa. Biasanya anak akan melanggengkan kebiasaan yang diperoleh dari
didikan orang tuanya. Dan di kemudian hari, nilai-nilai agama yang pernah ia
terima juga akan diwariskan kepada anak cucunya.
Memang penting bagi orang tua untuk memberikan contoh perilaku yang
baik terhadap anak, terutama dalam masalah beribadah. Sebab, ketika orang tua
mampu memberikan contoh perilaku yang baik, kemungkinan nantinya si anak dapat
pula menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi sesama.
Kemudian, ketika anak sudah berusia empat atau lima tahun dan mulai
memasuki dunia sekolah, anak mulai mengenal lingkungan baru. Bergaul dengan
teman-teman sebayanya atau dengan gurunya. Kemungkinan besar, anak belum mampu
membedakan perkara yang bermanfaat atau tidak bermanfaat baginya. Sebab sifat
anak dalam usia itu, masih cenderung meniru perilaku orang lain.
Dengan demikian, akhlak anak sangat dipengaruhi oleh didikan orang
tuanya, guru maupun orang dewasa lainnya. Jadi, orang tua, guru dan orang
dewasa lainnya harus benar-benar memerhatikan masalah pendidikan akhlak pada
anak.
Dalam penanaman pendidikan akhlak, Al Qur’an sendiri telah
menjelaskan sekaligus memberikan petunjuk kepada para pendidik, termasuk orang
tua. Untuk memanfaatkan masa sosialisasi dalam lingkungan keluarga, sebelum anak mulai bergaul dengan
lingkungannya. Sebagaiman dalam firman Allah, QS. Luqman : 14
وَوَصَّيْنَا
ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ
فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Artinya
:
Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Ayat ini memberikan jawaban kepada anak mengapa ia harus
menghormati kedua orang tuanya. Sehingga si anak mendapat kejelasan bagaimana susahnya
orang tua dalam membesarkan mereka.
Selain keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak-anak, pendidikan
formal pun memiliki peranan penting dalam pendidikan akhlak seorang anak.
Nyatanya, pendidikan formal saat ini, lebih banyak menggunakan kurikulum yang
berbasis ilmu umum, sedang ilmu agama sangat sedikit sekali. Terkecuali bagi
sekolah yang pada dasarnya bernafaskan Islam, semisal madrasah maupun pondok
pesantren.
Jika kita teliti lebih lanjut, bukankah pendidikan akhlak menjadi
pokok ajaran moral dalam Islam ? Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah bersabda,
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Al-
Bukhari)
Jumat, 17 April 2015
Perintah Allah
Duhai Allah ... Pada-Mu aku berserah diri sepenuhnya ...
Iqra' !Engkau perintahkan begitu pada Rasul-Mu yang ummi. Lewat sesosok Ruhul Quddus : Jibril Sang Pencabut Nyawa.
Namun pada hakikatnya, kebermaknaan iqra' tak hanya putus pada Al Musthofa, perintah-Mu menyeluruh pada seluruh makhluk-Mu.
Atas nama jiwa dan raga yang akhirnya akan kembali pada-Mu ...
Sungguh ...
Terasa berat diri ini menjalankan perintah-perintah-Mu. Ya Allah, apakah hati ini masih keruh ? padahal telah berkali-kali ditempa muhasabah. Lalim nian diri ini, Ya Allah ...
Ya Ghofur, ampuni kealpaanku ...
Ya Maulal Mawali, tunjukilah aku pada jalan-Mu yang haq
Pada jalan yang Kau ridho terhadapku
Iqra' !Engkau perintahkan begitu pada Rasul-Mu yang ummi. Lewat sesosok Ruhul Quddus : Jibril Sang Pencabut Nyawa.
Namun pada hakikatnya, kebermaknaan iqra' tak hanya putus pada Al Musthofa, perintah-Mu menyeluruh pada seluruh makhluk-Mu.
Atas nama jiwa dan raga yang akhirnya akan kembali pada-Mu ...
Sungguh ...
Terasa berat diri ini menjalankan perintah-perintah-Mu. Ya Allah, apakah hati ini masih keruh ? padahal telah berkali-kali ditempa muhasabah. Lalim nian diri ini, Ya Allah ...
Ya Ghofur, ampuni kealpaanku ...
Ya Maulal Mawali, tunjukilah aku pada jalan-Mu yang haq
Pada jalan yang Kau ridho terhadapku
Sajak Hujan
Sajak Hujan
Fikiran menggigil
Pada siang yang
tertawan oleh rerintik hujan
Matahari tetap saja
menyelonong tak mau siang tertunda
Tak mau terik
ditiadakan
Lalu hujan berteriak
keras
Melalui gempita
gelegar halilintar
“Biarkan aku pinjam
siang sebentar!”
“Ingin ku guyur
hati-hati yang kepanasan” kata hujan
Dan matahari pun
menjawab, “Tapi masih banyak diantara mereka yang lembab oleh air mata mereka.”
Hm, siang terancam
batal melayani banyak manusia di bumi ini
Langganan:
Postingan (Atom)