Banyak
anggapan bahwa apa bisa santri mondok sambil kuliah? Bagaimana caranya
membagi waktu antara kegiatan pondok dengan kuliah? Apa nanti tidak keteteran?
Asumsi
seperti itu kerap kita temukan tidak hanya di lingkungan masyarakat bahkan di
dalam lingkungan mahasiswa pun juga ada yang berasumsi seperti itu. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut memang perlu disuguhkan berbagai bukti. Aktivitas
di kampus jika dikondisikan dengan dunia pesantren maka, tak ubahnya adalah
suatu wujud nyata dari kuliah kerja nyata (KKN). Dikatakan demikian karena di
dalam pondok setiap santri tidak hanya diajarkan materi agama tetapi juga
bagaimana mereka bisa menerapkannya di dalam lingkungan pondok itu sendiri dan
ketika mereka dimandatkan untuk terjun ke dalam dunia masyarakat, secara
langsung. Yaitu bagi mereka yang sudah dianggap mumpuni.
Di
universitas pun jika mahasiswanya sudah berada di tingkat akhir maka yang harus
mereka persiapkan adalah praktik mengajar langsung (bagi mahasiswa pendidikan/tarbiyah),
skripsi dan akhirnya diwisuda. Jika untuk mahasiswa yang sambil mondok, hal
tersebut tetap bisa dilaksanakan. Mengingat bahwa pembelajaran di kampus
berbatas sesuai waktu yang ia ambil. Misalkan ia mengambil kelas pagi maka
siangnya ia sudah bisa kembali ke pondok untuk mengingkuti aktivitas di
dalamnya. Sehingga dua tanggungan tersebut tetap bisa dilaksanakan tanpa adanya
bentrok di antara keduanya.
Bagi
seorang mahasiswa sekaligus mahasantri yang mengambil program Tahfidzul Qur’an,
insya Allah ia tidak akan terbebani. Karena belum ditemukan bukti bahwa
menghafal Al Qur’an bisa membuat orang stress. Justru dari kuliah sambil mondok
tersebut akan didapatkan manfaat yang besar untuk dikemudian hari, mendapatkan
ilmu umum sekaligus ilmu agama. Jika mengejar kebahagiaan dunia, maka hasilnya kita akan mendapat kebahagiaan di dunia saja. Tapi kalau kita mengejar akhirat, hasil
terbaiknya kita akan mendapat dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar